Cerita Abu Nawas - Hadiah Bagi Tebakan Jitu

 


Baginda Raja Harun Al Rasyid kelihatan murung. Semua menterinya  tidak  ada  yang  sanggup  menemukan  jawaban  dari dua pertanyaan Baginda. Bahkan para  penasihat kerajaan pun merasa  tidak  mampu  memberi  penjelasan  yang  memuaskan Baginda.  Padahal  Baginda  sendiri  ingin  mengetahui  jawaban yang sebenarnya.   
 
  Mungkin  karena  amat  penasaran,  para  penasihat Baginda menyarankan agar Abu Nawas saja yang memecahkan dua teka-teki yang membingungkan itu. Tidak begitu lama Abu Nawas dihadapkan. Baginda mengatakan bahwa akhirakhir ini ia sulit tidur karena diganggu oleh keingintahuan menyingkap dua rahasia alam.   
 
  "Tuanku  yang  mulia,  sebenarnya  rahasia  alam  yang manakah  yang  Paduka  maksudkan?"  tanya  Abu  Nawas  ingin tahu.   
 
  "Aku memanggilmu untuk menemukan jawaban dari dua teka-teki yang selama ini menggoda pikiranku.”  kata Baginda.   
 
  "Bolehkah hamba mengetahui kedua teka-teki itu wahai Paduka junjungan hamba.”    
 
  "Yang pertama, di manakah sebenarnya batas jagat raya ciptaan Tuhan kita?" tanya Baginda.   
 
  "Di  dalam  pikiran,  wahai  Paduka  yang  mulia.”    jawab Abu  Nawas  tanpa  sedikit  pun  perasaan  ragu,  "Tuanku  yang mulia,”    lanjut  Abu  Nawas  'ketidakterbatasan  itu  ada  karena adanya  keterbatasan.  Dan  keterbatasan  itu  ditanamkan  oleh Tuhan  di  dalam  otak  manusia.  Dari  itu  manusia  tidak  akan 
pernah tahu di mana batas jagat raya ini. Sesuatu yang terbatas tentu tak akan mampu mengukur sesuatu yang tidak terbatas.”    
 
  Baginda  mulai  tersenyum  karena  merasa  puas mendengar penjelasan Abu Nawas yang masuk akal. Kemudian Baginda melanjutkan teka-teki yang kedua.   
 
  "Wahai  Abu  Nawas,  manakah  yang  lebih  banyak jumlahnya : bintang-bintang di langit ataukah ikan-ikan di laut?"    
  "Ikan-ikan di laut.”  jawab Abu Nawas dengan tangkas.   
 
  "Bagaimana  kau  bisa  langsung  memutuskan  begitu. Apakah  engkau  pernah  menghitung  jumlah  mereka?"  tanya Baginda heran.   
 
  "Paduka  yang  mulia,  bukankah  kita  semua  tahu  bahwa ikan-ikan itu setiap hari ditangkapi dalam jumlah besar, namun begitu  jumlah  mereka  tetap  banyak  seolah-olah  tidak  pernah berkurang karena saki ng banyaknya. Sementara bintang-bintang itu  tidak  pernah  rontok,  jumlah  mereka  juga  banyak.”    jawab Abu Nawas meyakinkan.   
 
  Seketika itu rasa penasaran yang selama ini menghantui Baginda  sirna  tak  berbekas.  Baginda  Raja  Harun  Al  Rasyid memberi  hadiah  Abu  Nawas  dan  istrinya  uang  yang  cukup banyak.   
 
  Tidak  seperti  biasa,  hari  itu  Baginda  tiba-tiba  ingin menyamar  menjadi  rakyat  biasa.  Beliau  ingin  menyaksikan kehidupan  di  luar  istana  tanpa  sepengetahuan  siapa  pun  agar lebih leluasa bergerak.   
 
  Baginda mulai keluar istana dengan pakaian yang amat sederhana  layaknya  seperti  rakyat  jelata.  Di  sebuah perkampungan  beliau  melihat  beberapa  orang  berkumpul. Setelah  Baginda  mendekat,  ternyata  seorang  ulama  sedang menyampaikan  kuliah  tentang  alam  barzah.  Tiba-tiba  ada 
seorang yang datang dan bergabung di situ, la bertanya kepada ulama itu.   
 
  "Kami  menyaksikan  orang  kafir  pada  suatu  waktu  dan mengintip  kuburnya,  tetapi  kami  tiada  mendengar  mereka berteriak  dan  tidak  pula  melihat  penyiksaan-penyiksaan  yang katanya  sedang  dialaminya.  Maka  bagaimana  cara membenarkan  sesuatu  yang  tidak  sesuai  dengan  yang  dilihat mata?" Ulama itu berpikir sejenak kemudian ia berkata,   
 
  "Untuk  mengetahui  yang  demikian  itu  harus  dengan panca  indra  yang  lain.  Ingatkah  kamu  dengan  orang  yang sedang  tidur?  Dia  kadangkala  bermimpi  dalam  tidurnya  digigit ular,  diganggu  dan  sebagainya.  la  juga  merasa  sakit  dan  takut ketika  itu  bahkan  memekik  dan  keringat  bercucuran  pada keningnya.  la  merasakan  hal  semacam  itu  seperti  ketika  tidak tidur. Sedangkan engkau yang duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya  seolah-olah  tidak  ada  apa-apa.  Padahal  apa  yang dilihat  serta  dialaminya  adalah  dikelilirigi  ular-ular.  Maka  jika  masalah mimpi yang remeh saja sudah tidak mampu mata lahir melihatnya, mungkinkah engkau bisa melihat apa yang terjadi di alam barzah?"   
 
  Baginda  Raja  terkesan  dengan  penjelasan  ulama  itu. Baginda  masih  ikut  mendengarkan  kuliah  itu.  Kini  ulama  itu melanjutkan kuliahnya tentang alam akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu, termasuk bendabenda. Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat luar  biasa  indahnya.  Tak  ada  yang  lebih  indah  dari  barangbarang  di  surga  karena barang-barang  itu  tercipta  dari  cahaya. Saking ihdahnya maka satu mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan  isinya.  Baginda  makin  terkesan.  Beliau  pulang  kembali  ke istana.   
 
  Baginda  sudah  tidak  sabar  ingin  menguji  kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas dipanggil: Setelah menghadap Bagiri    "Aku  menginginkan  engkau  sekarang  juga  berangkat  ke surga  kemudian  bawakan  aku  sebuah  mahkota  surga  yang katanya  tercipta  dari  cahaya  itu.  Apakah  engkau  sanggup  Abu Nawas?"   
 
  "Sanggup  Paduka  yang  mulia.”    kata  Abu  Nawas langsung  menyanggupi  tugas  yang  mustahil  dilaksanakan  itu. "Tetapi  Baginda  harus  menyanggupi pula satu  sarat  yang  akan hamba ajukan.”    
 
  "Sebutkan sarat itu.”  kata Baginda Raja.   
 
  "Hamba  mohon  Baginda  menyediakan  pintunya  agar hamba bisa memasukinya.”    
 
  "Pintu apa?" tanya Baginda belum mengerti. Pintu alam akhirat.”  jawab Abu Nawas.   
 
  "Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu.   
 
  "Kiamat, wahai Padukayang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu  alam  barzah  adalah  kematian.  Dan  pintu  alam  akhirat adalah kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila Baginda masih tetap  menghendaki  hamba  mengambilkan  sebuah  mahkota  di surga, maka dunia harus kiamat teriebih dahulu.”    
 
  Mendengar  penjetasan  Abu  Nawas  Baginda  Raja terdiam.   
 
  Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya lagi,   
 
  "Masihkah  Baginda  menginginkan  mahkota  dari surga?" Baginda  Raja  tidak  menjawab.  Beliau  diam  seribu  bahasa, Sejenak  kemudian  Abu  Nawas  mohon  diri  karena  Abu  Nawas sudah tahu jawabnya.   

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Abu Nawas - Debat Kusir Tentang Ayam

Cerita Abu Nawas - Membalas Perbuatan Raja

Ngakak - Tiga Pilot Terdampat Disuruh Cari Tiga Buah